Bayi Membusuk Di Tong Sampah
Sesosok mayat bayi lelaki ditemukan sudah membusuk di tempat pembuangan sampah di pemukiman warga Jalan Malakasari RT1/9 Kelurahan Malakasari, Kecamatan Duren Sawait, Jakarta Timur, atau tak jauh dari Universitas Darma Persada, Durensawit Jakarta Timur, Sabtu (20/2).
Menurut Juned (32) salah seorang warga sekitar, mayat bayi tersebut pertama kali ditemukan oleh seorang pemulung sekitar pukul 13.00 siang. Ia mengatakan bayi tersebut dibungkus kantong kresek berwarna hitam lalu dimasukkan kembali ke dalam sebuah tas tangan berwarna hitam.
"Kata pemulungnya dia lagi milih-milih sampah. Lalu dia membuka tas hitam dan di dalamnya ada kantong plastik hitam, yang ternyata di dalamnya ada mayat bayi yang sudah membusuk," katanya saat ditemui Warta Kota di lokasi kejadian.
Sang pemulung lalu melaporkan temuannya ke warga yang meneruskannya ke polisi.
Menurut Juned, saat ditemukan bayi itu dalam keadaan polos dan di leher bayi tersebut melingkar kain yang melilitnya. "Sepertinya usia bayi baru beberapa hari," katanya.
Ia menduga bayi tersebut sengaja dibunuh oleh orangtuanya lalu dibuang ke tempat pembuangan sampah di pemukiman warga Malaka Sari, Durensawit, Jakarta Timur. "Soalnya, bayi itu dibungkus rapi di tas tangan warna hitam dan kantong plastik. Jadi pasti sengaja dibunuh lalu dibuang," katanya.
Kapolsek Duren Sawit Kompol Titik Setiowati mengatakan pihaknya langsung mengevakuasi bayi tersebut ke RSCM guna diotopsi. Ia mengungkapkan pihaknya sudah memeriksa beberapa saksi dan akan mencoba mengusut kasus ini lebih jauh. "Sebab ini bisa menjadi dugaan tindak pidana pembunuhan, sekali pun pelakunya adalah orangtuannya,' ujarnya.
Dari data yang dimiliki Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) tercatat 186 bayi yang dibuang sepanjang tahun 2009 lalu. Dari jumlah itu, 68 persen bayi yang dibuang itu ditemukan dalam keadaan meninggal.
Sementara dalam dua bulan pertama di tahun 2010 ini, pihaknya mencatat sedikitnya ada 10 bayi yang dibuang orangtuanya dimana 8 diantaranya meninggal dunia atau diduga dibunuh sebelum meninggal.
Menurut Arist data yang dimilikinya jauh lebih kecil dari data sesungguhnya. Ia mengatakan fenomena pembuangan bayi ini adalah salah satu bentuk fenomena gunung es. "Yang kita catat itu yang ketahuan dan yang terlaporkan. Sebenarnya yang tidak ketahuan itu, sebenarnya lebih banyak lagi.," kata Ketua Komnas PA Seto Mulyadi saat dihubungi Minggu (13/12).
Menurut Arist, alasan bayi-bayi itu dibuang oleh orang tuanya, diantaranya karena lahir dalam kondisi keluarga yang hidup miskin, korban perkosaan, dan trend pergaulan bebas (accident). Kelahiran bayi tersebut dianggap sebagai aib yang akan memalukan keluarga. "Bayi-bayi yang dibuang ini, dibungkus dalam kardus atau plastik, biasanya ditemukan di tong sampah, di selokan parit, di teras rumah saudaranya yang rata-rata berumur 2-3 hari bahkan ada yang masih terdapat ari-ari nya," kata Arist.
Sayangnya dari 186 kasus bayi yang dibuang ini, hanya satu persen saja yang berhasil ditemukan siapa orangtuanya dan kasusnya terungkap.
Menurut Arist, jika bayi yang lahir tidak dikehendaki oleh orang tuanya, sebaiknya bayi tersebut diserahkan ke departement sosial melalui panti-panti sosial anak atau panti sosial anak swasta. Ia mengatakan setiap anak yang lahir punya hak untuk hidup dan Depsos dianggap paling efektif menangani masalah ini.
Sumber : Wartakota
Menurut Juned (32) salah seorang warga sekitar, mayat bayi tersebut pertama kali ditemukan oleh seorang pemulung sekitar pukul 13.00 siang. Ia mengatakan bayi tersebut dibungkus kantong kresek berwarna hitam lalu dimasukkan kembali ke dalam sebuah tas tangan berwarna hitam.
"Kata pemulungnya dia lagi milih-milih sampah. Lalu dia membuka tas hitam dan di dalamnya ada kantong plastik hitam, yang ternyata di dalamnya ada mayat bayi yang sudah membusuk," katanya saat ditemui Warta Kota di lokasi kejadian.
Sang pemulung lalu melaporkan temuannya ke warga yang meneruskannya ke polisi.
Menurut Juned, saat ditemukan bayi itu dalam keadaan polos dan di leher bayi tersebut melingkar kain yang melilitnya. "Sepertinya usia bayi baru beberapa hari," katanya.
Ia menduga bayi tersebut sengaja dibunuh oleh orangtuanya lalu dibuang ke tempat pembuangan sampah di pemukiman warga Malaka Sari, Durensawit, Jakarta Timur. "Soalnya, bayi itu dibungkus rapi di tas tangan warna hitam dan kantong plastik. Jadi pasti sengaja dibunuh lalu dibuang," katanya.
Kapolsek Duren Sawit Kompol Titik Setiowati mengatakan pihaknya langsung mengevakuasi bayi tersebut ke RSCM guna diotopsi. Ia mengungkapkan pihaknya sudah memeriksa beberapa saksi dan akan mencoba mengusut kasus ini lebih jauh. "Sebab ini bisa menjadi dugaan tindak pidana pembunuhan, sekali pun pelakunya adalah orangtuannya,' ujarnya.
Dari data yang dimiliki Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) tercatat 186 bayi yang dibuang sepanjang tahun 2009 lalu. Dari jumlah itu, 68 persen bayi yang dibuang itu ditemukan dalam keadaan meninggal.
Sementara dalam dua bulan pertama di tahun 2010 ini, pihaknya mencatat sedikitnya ada 10 bayi yang dibuang orangtuanya dimana 8 diantaranya meninggal dunia atau diduga dibunuh sebelum meninggal.
Menurut Arist data yang dimilikinya jauh lebih kecil dari data sesungguhnya. Ia mengatakan fenomena pembuangan bayi ini adalah salah satu bentuk fenomena gunung es. "Yang kita catat itu yang ketahuan dan yang terlaporkan. Sebenarnya yang tidak ketahuan itu, sebenarnya lebih banyak lagi.," kata Ketua Komnas PA Seto Mulyadi saat dihubungi Minggu (13/12).
Menurut Arist, alasan bayi-bayi itu dibuang oleh orang tuanya, diantaranya karena lahir dalam kondisi keluarga yang hidup miskin, korban perkosaan, dan trend pergaulan bebas (accident). Kelahiran bayi tersebut dianggap sebagai aib yang akan memalukan keluarga. "Bayi-bayi yang dibuang ini, dibungkus dalam kardus atau plastik, biasanya ditemukan di tong sampah, di selokan parit, di teras rumah saudaranya yang rata-rata berumur 2-3 hari bahkan ada yang masih terdapat ari-ari nya," kata Arist.
Sayangnya dari 186 kasus bayi yang dibuang ini, hanya satu persen saja yang berhasil ditemukan siapa orangtuanya dan kasusnya terungkap.
Menurut Arist, jika bayi yang lahir tidak dikehendaki oleh orang tuanya, sebaiknya bayi tersebut diserahkan ke departement sosial melalui panti-panti sosial anak atau panti sosial anak swasta. Ia mengatakan setiap anak yang lahir punya hak untuk hidup dan Depsos dianggap paling efektif menangani masalah ini.
Sumber : Wartakota
0 comments:
Post a Comment